Senin, 30 Maret 2009

Budidaya Abalone


Budidaya abalone (Haliotis squamata) pertama sekali dilakukan peneliti Jepang dimulai pada tahun 1935. Kemudian pembenihan skala besar berkembang pada tahun 1970 ketika metode pemijahan dan pemeliharaan larva sampai juwana abalone dapat dilakukan (Romimohtarto et al., 2001).

Daging abalone mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, abu 11,11%, dan kadar air 0,60%. Cangkang abalone mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya (Romimohtarto et al., 2001).

Abalone adalah biota laut yang masuk kedalam kelompok Gastropoda dan mulai dikembangkan teknologi budidayanya pada beberapa kawasan budidaya potensial, meliputi : Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Kendala utama yang dihadapi dalam pembesaran abalone adalah transportasi serta penanganan abalone pada saat pemindahan benih ke tempat pembesaran (Nurdjana et al., dalam Cholik, 2006).

Usaha pembudidayaan abalone di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, disebabkan sebagian masyarakat pesisir hanya melakukan usaha penangkapan abalone. Beberapa kendala pembudidayaan abalone antara lain, terbatasnya tenaga ahli dan teknologi pembenihan abalone tropis, kesulitan mendapatkan suplai benih (spat) secara kontinyu dan berkualitas serta waktu pemeliharaan yang lama (Yunus et al., 1997).

Budidaya abalone menjadi alternatif mata pencaharian yang sangat menguntungkan, karena usaha budidaya abalone memerlukan biaya relatif murah. Pakan yang diberikan berupa rumput laut dari jenis Gracillaria dan ulfa yang memiliki nilai ekonomis yang sangat rendah. Keuntungan ini dapat meningkat karena untuk abalone yang dikenal dengan jenis ‘Tokobushi’ harga jual di pasar Jepang pada tahun 2005 mencapai Rp 600.000/kg dan jenis ‘mimigee’ Rp 200.000/kg (Nurdjana et al.,dalam Cholik, 2006).

Perairan pantai Indonesia dihuni oleh berbagai macam jenis moluska komersial dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan. Agar pemanfaatannya bisa optimum dan berkesinambungan maka usaha budidayanya perlu dikem bangkan.

Kata abalon dalam bahasa Inggris ditulis ‘Abalone’, yang berasal dari bahasa Spanyol ‘Aulon’ atau ‘Aulone’, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan telinga. Abalone disebut sebagai siput laut purba karena cangkangnya dari beberapa species di lautan bebas terlihat sudah langka. Silsilah salah satu moluska ini berasal dari famili Haliotidae genus Haliotis. Kata Haliotis berarti “kuping (telinga) laut” melihat kepada bentuk cangkang abalone yang relatif datar menyerupai daun telinga manusia (Warta Pasar Ikan, April 2006).

Istilah moluska berasal dari bahasa latin Molluscus yang berarti lunak. Moluska termasuk binatang yang bertubuh lunak yang tidak mempunyai tulang sebagai rangka. Pemberian nama tersebut tidak sesuai dengan kenyataan umumnya kelompok hewan ini, karena sifat utama phylum Mollusca yaitu terdapatnya cangkang kapur yang keras (shell). Hewan ini dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni mereka yang bercangkang dan mereka yang tidak bercangkang (Romimohtarto et al., 2001).

Phyllum Mollusca terdiri dari 6 kelas, yaitu : Aplacophora, Polyplacophora, Scapophoda, Gastropoda, Pelecypoda dan Cephalopoda. Pada umumnya hanya tiga kelas tersebut terakhir saja yang sudah dimanfaatkan baik sebagai sumber protein (>19 spesies) maupun sebagai bahan baku produk industri (>7 spesies) (Kastoro, 1992 dalam Cholik, 2006).

Gastropoda adalah hewan berukuran relatif besar yang menarik, namanya berarti kaki perut (gaster = perut ; pous = kaki). Cangkang asimetri dan biasanya menggulung seperti ulir memutar ke kanan. Hewan ini menggendong cangkang, kakinya besar dan lebar untuk merayap di batu atau mengeduk pasir dan lumpur. Pada kelas hewan ini terjadi reduksi menjadi satu ginjal, beberapa jenis hanya mampunyai satu ginjal (Romimohtarto et al., 2001).

Operculum menunjukkan garis-garis pertumbuhan dan kadang-kadang dapat digunakan untuk menentukan umur. Bentuk cangkang setiap jenis berbeda yang mensifati jenis dan dapat dikaitkan dengan pola habitatnya. Jenis-jenis yang banyak ditemukan adalah keong, limpet, abalone, lola (conch) dan siput laut (whelk) (Romimohtarto et al., 2001).

Klasifikasi abalone adalah sebagai berikut (Darmawan, 1988 dalam Cholik et al., 2005).

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Sub Class : Archaeogastropoda

Super Family : Pleuromariaceae

Family : Haliotidae

Genus : Haliotis

spesies ; Haliotis squamata


Ciri utama abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran abalone maka semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang tersebut tertata rapi mulai seperti spiral dari ujung depan hingga belakang cangkang. Sebagian lubang di bagian depannya terbuka dan berfungsi untuk pernafasan, pembuangan dan reproduksi (Darmawan, 1988 dalam Cholik et al., 2005).

Abalone mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata. Bentuk cangkang rata berbentuk telinga, tidak memiliki operculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap seperti perak. Bervariasinya warna cangkang abalone adalah tergantung dari jenis rumput laut yang dimakan (Darmawan, 1988 dalam Cholik et al., 2005).

Sifat-sifat khas filum ini secara singkat diterangkan di bawah ini (Romimohtarto et al., 2001).

1) Bentuk simetris bilateral, tetapi pada Gastropoda dan beberapa Cephalopoda, visera dan cangkang tergulung seperti gelung rambut wanita. Ada tiga lapisan benih, tidak beruas, apitelium satu lapis, sebagian besar berbulu getar dan dengan kelenjar lendir.

2) Tubuh biasanya pendek, terbungkus dalam mantel dorsal tipis yang mengeluarkan bahan pembentuk cangkang berupa satu, dua atau delapan bagian. Pada beberapa kelompok, cangkang terdapat di dalam tubuh, mengecil atau tidak sama sekali. Bagian kepala membesar, kecuali pada Schapopoda dan Pelecypoda. Kaki berotot ventral yang berubah menjadi alat merayap, meliang atau berenang.

3) Saluran pencernaan lengkap, sering berbentuk U atau melingkar. Mulut dengan radula yang mempunyai deretan-deretan gigi kitin kecil melintang untuk menggerus makanannya, kecuali Pelecypoda yang tidak mempunyai radula, anus membuka ke rongga mantel, kelenjar pencernaan besar sering mempunyai kelenjar ludah.

4) Sistem sirkulasi mencakup jantung sebelah punggung dengan satu atau dua Auricle atau rongga atas dan satu Ventricle atau rongga bawah. Biasanya di dalam rongga Pericardial atau selaput jantung, sebuah aorta anterior, dan pembuluh-pembuluh lain.

5) Pernapasan dilakukan oleh satu atau banyak insang yang disebut Ctenidium atau sebuah paru-paru di dalam rongga mantel, oleh mantel atau oleh epidermis.

6) Ekskresi oleh ginjal yang disebut Nefridia, terdiri dari satu atau dua saja, menghubungkan rongga selaput jantung dan pembuluh darah. Rongga tubuh mengecil menjadi rongga-rongga atau Nefridia, gonad dan selaput jantung.

7) Sistem saraf tipikal terdiri dari tiga pasang ganglia (serebral di atas mulut, pedel di kaki, viseral di tubuh) digabungkan oleh penghubung membujur dan melintang dan saraf-saraf banyak yang dengan alat untuk menyentuh, membau atau merasakan, bintik mata atau mata majemuk, dan statosista untuk keseimbangan.

8) Kelamin biasanya terpisah, beberapa jenis hermaprodit sedikit yang protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih dahulu sebelum sel kelamin betina masak. Gonad dua atau satu dengan saluran fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan ovipar, pembelahan telur tertentu (determinate), tak sama, dan total (pada Chepalopoda, diskoidal), larva veliger (trochophore), atau stadia parasit (unionidae), atau perkembangan langsung (Pulmonata, Cephalopoda), tak ada perkembangbiakan aseksual.


Gambar : Morfologi Abalone

Perairan Indonesia memiliki jenis-jenis abalone yang bernilai ekonomis penting selain Haliotis asinina atau biasa disebut dengan istilah “mata tujuh”. Salah satunya yaitu jenis “tokobushi” (Haliotis squamata) atau dalam istilah perdagangan dikenal dengan sebutan “mata empat”. Berbeda dengan jenis mata tujuh, tokobushi memiliki ciri-ciri morfologis sebagai berikut :

1) Bentuk cangkang lebih bulat/ cembung dengan lubang terbuka berjumlah 5 lubang.

2) Cangkang lebih tebal dengan alur garis yang dalam sehingga terasa kasar.

3) Warna cangkang dominan coklat kehitaman terkadang seperti ditempeli kapur berwarna putih atau merah.

4) Otot kaki/ badan lebih sedikit, terlihat saat jalan dengan ciliata yang mengelilingi tepi otot kakinya.

5) Bagian dalam cangkang memiliki nacre yang lebih tebal/ bersinar.

6) Sungut panjang berwarna hitam, ciliata lebih jelas terlihat (saat bergerak dalam air).

7) Menempel pada substrat dengan posisi tidak menumpuk dan lebih soliter.

Data perkembangan telur abalone dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 2.1. Data perkembangan telur abalone

Stadia

Umur

Ukuran (µM)

Telur

0 menit

150

Trochophore berputar

5 jam 9 menit

170

Telur menetas

6 jam 21 menit

170

Veliger muda

9 jam

180

Veliger tua

24 jam

180

Larva merayap

2-3 hari

245

Abalone muda (benih)

30-40 hari

2500

Tabel diatas menjelaskan bahwa laju pertumbuhan jenis abalone ini relatif lambat. Dalam waktu 6 bulan pertambahan berat yang dicapai hanya sekitar 7 gram (Cholik et al., 2005).

Habitat dan Distribusi

Moluska mendiami semua habitat di laut, mulai dari terumbu karang, padang lamun, pantai berbatu, pantai berpasir, dataran berlumpur, estuari, hutan mangrove, laut dangkal, sampai palung laut. Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006).

Siang hari atau suasana terang, abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. Kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. Asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32 ppt, H2S dan NH3 <> 3 ppm (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006).

Beberapa jenis abalone komersial dari berbagai negara dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2. Beberapa jenis abalone yang mempunyai nilai komersil




Negara

Jenis

Keterangan

Afrika Selatan

Holiotis midae

Amerika Utara

H. assimilis

H. corrugata

H. cracherodii (black abalone)

usaha pembesaran

H. fulgens

H. kamtschatkana

H. rufescens (red abalone)

usaha pembesaran

H. sorenseni

Australia

H. laevigata

H. roci

H. rubra

Indonesia

H. asinina

6 - 12 cm

H. crebrisculpta

2 – 4 cm

H. glabra

4 – 5 cm

H. ovina

4 – 6 cm

H. planata

3 – 4,5 cm

H. squamosa

4 – 7 cm

Jepang

H. asinina

H. discus

produksi benih

H. discus hannai

produksi benih terbesar

H. diversicolor supertextra

produksi benih

H. gigantea

produksi benih

H. sieboldii

Korea

H. discus

H. discus hannai

H. gigantea

H. sieboldii

Perancis

H. tuberculate

Selandia Baru

H. australis

H. iris

Taiwan

H. asinina

pertumbuhan cepat

H. diversicolor supertextra

budidaya di kolam di area pasang surut

H. ovina

pertumbuhan cepat

H. ovina

pertumbuhan cepat


Reproduksi dan Biologi

Abalone tergolong hewan berumah dua atau diocis, yaitu betina dan jantan terpisah. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang tahun dengan puncak musim memijah terjadi pada bulan-bulan Juli dan Oktober. Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 µm, di laboraturium telur yang dipijahkan berdiameter rata-rata 183 µm (Cholik et al., 2005). Siklus hidup abalone dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini :



Minggu, 22 Maret 2009

Ekolgi Perairan_Interaksi Fisik

INTERAKSI FISIK

Terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove berinteraksi secara fisik melalui beberapa mekanisme, yaitu reduksi energi gelombang, reduksi sedimen, dan pengaturan pasokan air baik air laut maupun air tawar dari sungai. Komunitas lamun dan mangrove sangat bergantung pada keberadaan struktur kokoh dari bangunan kapur terumbu karang sebagai penghalang aksi hidrodinamis lautan, yaitu arus dan gelombang. Di zona reef front, terjadi produksi pecahan fragmen kapur akibat hempasan gelombang dan terpaan arus yang terus-menerus. Fragmen-fragmen kapur ini akan diproses oleh beberapa jenis ikan, bulu babi, dan sponge untuk menghasilkan kerikil, pasir, dan lumpur. Selanjutnya kerikil, pasir, dan lumpur akan diteruskan ke arah pantai oleh aksi gelombang dan arus yang telah dilemahkan, sehingga membentuk akumulasi sedimen yang menjadi substrat utama di goba serta diperlukan di ekosistem padang lamun dan hutan mangrove.

Padang lamun berperan ganda dalam mempengaruhi kedua komunitas di sekitarnya, yaitu sebagai (1) pemerangkap dan penstabil sedimen, serta (2) pemroduksi sedimen. Fungsi pertama sangat diperlukan oleh terumbu karang karena menghindari proses sedimentasi yang bisa menutup permukaan hewan karang dan mengahalangi proses fotosintesis zooxanthellae di dalamnya. Fungsi yang kedua dilakukan oleh alga berkapur, epifit, dan infauna, yang hasilnya diperlukan oleh komunitas lamun dan mangrove.

Hutan mangrove juga berperan serupa dalam hal pemerangkap dan penyaring sedimen dan bahan pencemar, sehingga sedimentasi dan pencemaran di perairan pesisir jauh berkurang. Mangrove juga berperan dalam mengatur pasokan air tawar ke sistem perairan pesisir.